Timnas Indonesia U-20 harus menerima kenyataan pahit setelah gagal melaju ke putaran final Piala Dunia U-20 2025. Perjalanan skuad Garuda Muda di Piala Asia U-20 2025 di Uzbekistan berakhir di fase grup. Mereka hanya mampu meraih satu poin dari tiga pertandingan, menempati peringkat ketiga klasemen Grup C di bawah Iran dan Uzbekistan. Hasil imbang tanpa gol melawan Yaman pada laga terakhir, Rabu (19/2/2025), tak cukup menyelamatkan mereka dari eliminasi. Kekalahan telak 0-3 dari Iran di laga pembuka dan 1-3 dari Uzbekistan di laga kedua sebelumnya telah menjerumuskan Indonesia ke jurang kegagalan.
Kegagalan ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Siapa yang bertanggung jawab atas hasil ini? Banyak pihak menunjuk ke arah apa yang dinilai sebagai kurang optimalnya strategi dan game plan pelatih Indra Sjafri. Meskipun berpengalaman dan sukses di level Asia Tenggara, beberapa pengamat seperti Vennard Hutabarat menilai strategi Indra Sjafri di level Asia masih perlu banyak perbaikan. Sistem permainan yang dianggap masih meniru gaya Shin Tae-yong, dianggap kurang efektif menghadapi lawan-lawan dengan kualitas di atas rata-rata Asia Tenggara. Di mana letak kelemahan tim? Selain strategi, mentalitas pemain juga menjadi sorotan. Vennard membandingkan mentalitas pemain diaspora Timnas senior yang bermain di Eropa dengan pemain U-20, menemukan perbedaan signifikan. Kapan masalah ini bisa diatasi? Perlu evaluasi menyeluruh dan peningkatan jam terbang bagi para pemain muda agar siap bersaing di level internasional. Mengapa postur tubuh sering disebut sebagai faktor kekalahan? Vennard membantah anggapan tersebut, menekankan bahwa mentalitas dan antisipasi yang kurang optimal justru menjadi penyebab utama, bukan faktor fisik. Bagaimana ke depan? PSSI perlu melakukan evaluasi yang komprehensif, termasuk pembinaan pemain usia muda yang berkelanjutan, dengan fokus pada peningkatan mentalitas dan strategi yang lebih adaptif. Kegagalan ini menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan di masa mendatang.
Timnas Indonesia U-20 harus menerima kenyataan pahit setelah gagal melaju ke putaran final Piala Dunia U-20 2025. Perjalanan skuad Garuda Muda di Piala Asia U-20 2025 di Uzbekistan berakhir di fase grup. Mereka hanya mampu meraih satu poin dari tiga pertandingan, menempati peringkat ketiga klasemen Grup C di bawah Iran dan Uzbekistan. Hasil imbang tanpa gol melawan Yaman pada laga terakhir, Rabu (19/2/2025), tak cukup menyelamatkan mereka dari eliminasi. Kekalahan telak 0-3 dari Iran di laga pembuka dan 1-3 dari Uzbekistan di laga kedua sebelumnya telah menjerumuskan Indonesia ke jurang kegagalan.
Kegagalan ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Siapa yang bertanggung jawab atas hasil ini? Banyak pihak menunjuk ke arah apa yang dinilai sebagai kurang optimalnya strategi dan game plan pelatih Indra Sjafri. Meskipun berpengalaman dan sukses di level Asia Tenggara, beberapa pengamat seperti Vennard Hutabarat menilai strategi Indra Sjafri di level Asia masih perlu banyak perbaikan. Sistem permainan yang dianggap masih meniru gaya Shin Tae-yong, dianggap kurang efektif menghadapi lawan-lawan dengan kualitas di atas rata-rata Asia Tenggara. Di mana letak kelemahan tim? Selain strategi, mentalitas pemain juga menjadi sorotan. Vennard membandingkan mentalitas pemain diaspora Timnas senior yang bermain di Eropa dengan pemain U-20, menemukan perbedaan signifikan. Kapan masalah ini bisa diatasi? Perlu evaluasi menyeluruh dan peningkatan jam terbang bagi para pemain muda agar siap bersaing di level internasional. Mengapa postur tubuh sering disebut sebagai faktor kekalahan? Vennard membantah anggapan tersebut, menekankan bahwa mentalitas dan antisipasi yang kurang optimal justru menjadi penyebab utama, bukan faktor fisik. Bagaimana ke depan? PSSI perlu melakukan evaluasi yang komprehensif, termasuk pembinaan pemain usia muda yang berkelanjutan, dengan fokus pada peningkatan mentalitas dan strategi yang lebih adaptif. Kegagalan ini menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan di masa mendatang.